SALAM ISRA' MI'RAJ 1436 H
Perjalanan isra dan mi’raj merupakan perjalanan yang penuh
berkah yang menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana seorang hamba –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak ribuan bahkan jutaan kilometer hanya
dalam satu malam saja. Dan dalam perjalanan yang sedemikian cepat tersebut,
Allah kuasakan Nabi Muhammad mampu melihat keadaan sekitar yang beliau lewati,
baik kejadian atau keadaan saat isra maupun mi’raj.
Imam as-Suyuthi adalah di antara ulama yang menjelaskan
beberapa hikmah perjalanan isra mi’raj. Beliau mengatakan tentang hikmah
perjalanan isra dilakukan di malam hari karena malam hari adalah waktu yang
tenang menyendiri dan waktu yang khusus. Itulah waktu shalat yang diwajibkan
atas Nabi, sebagaimana dalam firman-Nya, “Berdirilah shalat di malam hari” (QS.
Al-Muzammil: 2) (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra,
Hal: 391-392).
Abu Muhammad bin Abi Hamzah mengatakan, “Hikmah perjalanan
isra menuju Baitul Maqdis sebelum naik ke langit adalah untuk menampakkan
kebenaran terjadinya peristiwa ini dan membantah orang-orang yang ingin
mendustakannya. Apabila perjalanan isra dari Mekah langsung menuju langit, maka
sulit dilakukan penjelasan dan pembuktian kepada orang-orang yang mengingkari
peristiwa ini. Ketika dikatakan bahwa Nabi Muhammad memulai perjalanan isra ke
Baitul Maqdis, orang-orang yang hendak mengingkari pun bertanya tentang
ciri-ciri Baitul Maqdis sebagaimana yang pernah mereka lihat, dan mereka pun
tahu bahwa Nabi Muhammad belum pernah melihatnya. Saat Rasulullah mengabarkan
ciri-cirinya, mereka sadar bahwa peristiwa isra di malam itu benar-benar
terjadi. Kalau mereka membenarkan apa yang beliau katakan tentang isra konsekuensinya
mereka juga harus membenarkan kabar-kabar yang datang sebelumnya (risalah
kenabian). Peristiwa itu menambah iman orang-orang yang beriman dan membuat
orang-orang yang celaka bertambah keras bantahannya (Ibnu Hajar, Fathul
Bari, 7: 200-201).
Dan termasuk hikmah perjalanan isra mi’raj Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah isyarat bagi umat Islam agar menjaga bumi
al-Quds dari para penyusup dan orang-orang yang tidak senang terhadap Islam.
Khususnya bagi kaum muslimin saat ini, agar tidak merasa rendah, takut, dan
lemah dalam memperjuangkan al-Quds dari tangan orang-orang Yahudi (al-Buthi, Fiqh
ash-Shirah an-Nabawiyah, Hal: 113)
Adapun hikmah dari peristiwa mi’raj dimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memilih susu daripada khamr menunjukkan fitrah dan
murninya ajaran Islam yang sesuai dengan tabiat manusia. Sedangkan peristiwa
terbukanya pintu langit yang sebelumnya terkunci, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta
untuk dibukakan, yang demikian agar alam semesta mengetahui bahwa sebelum
kedatangan Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam hal ini belum
pernah dilakukan. Sekiranya tidak demikian, mungkin orang akan menyangka bahwa
pintu langit senantiasa terbuka. Dan Allah Ta’ala juga hendak
mengabarkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal
oleh penduduk langit. Oleh karena itu, ketika pintu langit dibukakan, lalu
Malaikat Jibril mengatakan kepada penjaga langit bahwa ia bersama Muhammad,
malaikat penjaga tersebut bertanya, “Apakah dia telah diutus?” Bukan bertanya,
“Siapa Muhammad?” (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra,
391-392).
As-Suyuthi melanjutkan, hikmah beliau dipertemukan dengan
Nabi Adam ‘alaihissalam pada langit pertama karena Nabi Adam
adalah nabi dan manusia pertama. Di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa‘alaihissalam karena
Nabi Isa adalah yang paling dekat masanya dengan Nabi Muhammad ‘alahima
shalatu wa salam. Kemudian di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf,
karena umat Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam akan masuk ke
dalam surga dengan penampilan serupawan Nabi Yusuf. Berikutnya Nabi Idris,
dikatakan bahwa beliaulah yang pertama kali diangkat ke langit sebelum Nabi Isa
dan Nabi Muhammad. Kemudian bertemu dengan Nabi Harun karena dia adalah saudara
Nabi Musa yang mendapinginya dalam berjuang. Setelah itu berjumpa Nabi Musa
karena keutamaan beliau pernah diajak berbicara oleh Allah. Dan terakhir adalah
Nabi Ibrahim karena beliau adalah bapak pilihan yakni bapak para nabi.
Imam al-Qurthubi menyatakan, pengkhususkan Nabi Musa dalam
peristiwa shalat. Ada yang mengatakan karena Nabi Musa adalah nabi yang paling
dekat posisinya saat Nabi Muhmmad turun. Ada juga yang mengatakan umatnya lebih
banyak dari umat nabi selainnya. Ada lagi yang berpendapat karena kitab suci
yang diturunkan kepada Nabi Musa adalah kitab yang paling mulia kedudukan dan
hukum syariatnya sebelum Alquran diturunkan. Atau juga karena umat Nabi Musa
dibebankan amalan shalat sebagaimana umat nabi lainnya, lalu mereka merasa
berat dengan syariat tersebut, maka Nabi Musa kasihan dengan umat Nabi
Muhammad. Pendapat terakhir ini dikuatkan dengan riwayat tentang perkataan Nabi
Musa,
أنا أعلم بالناس منك
“Saya lebih mengetahui karakter manusia dibanding Anda.”
Tidak heran Alquran banyak sekali memuat kisah Nabi Musa,
tujuannya adalah agar kita banyak-banyak mengambil hikmah dari perjalanan hidup
beliau, perjalanan dakwahnya, dll.
Pengkhususan syariat shalat melalui perjalanan mi’raj karena
ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj di
malam itu, para malaikat sedang beribadah. Di antara mereka ada yang berdiri
dan tidak duduk, ada yang terus rukuk dan tidak sujud, ada yang terus sujud dan
tidak duduk, maka AllahSubhanahu wa Ta’ala mengumpulkan semua
ibadah ini untuk umat Nabi Muhammad. Seorang hamba menggabungkan berdiri,
rukuk, sujud, dan duduk dalam satu rakaat saja (Muhammad Amin bin Ahmad Janki, ash-Shirah
an-Nabawiyah min al-Fathi al-Bari, 1: 239-240).
Dengan perjalanan isra mi’raj ini, Allah menginginkan agar
hamba dan Rasul-Nya merasakan periode baru dalam berdakwah, sebagaimana Nabi
Musa juga mengalami periode baru dengan berangkat langsung mendakwahi Firaun
dan diangkatnya saudaranya Harun untuk mendampingi dakwahnya. Nabi Musa sebelum
diperintahkan untuk menemui Firaun telah Allah siapkan dengan berbagai macam
mukjizat dan keutamaan agar beliau siap. Allah berfirman kepada Nabi Musa,
لِنُرِيَكَ مِنْ آَيَاتِنَا الْكُبْرَى اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ
إِنَّهُ طَغَى
“untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Kami yang sangat besar, Pergilah kepada Fir´aun; sesungguhnya ia
telah melampaui batas.” (QS. Thaha: 23-24)
Sama halnya dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Allah persiapkan perjalanan dakwah beliau yang panjang dengan
membawanya ke suatu fase dimana dipertemukan dengan Jibril, para nabi, surga
dan neraka, agar kesabaran beliau kian tertempa dalam menghadapi lika-liku
perjalanan dakwah. Allah berfirman kepada Nabi Muhammad,
لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
“Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 18)
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diistimewakan
dengan mengimami para nabi dan dinaikkan menuju sidratul muntaha, suatu
keistimewaan yang tidak didapat oleh seoranng pun selain beliau.
Dan sebesar-besar hikmah dari perjalanan isra mi’raj adalah
disyariatkannya shalat. Dengan melaksanankan shalat wajib tersebut seorang
hamba menegakkan sebuah kewajiban ubudiyah yang mampu meredam hawa nafsu,
menanamkan akhlak-akhlak mulia di dalam hati, menyucikan jiwa dari sifat
penakut, pelit, keluh kesah, dan putus asa. Dengan shalat kita bisa memohon
pertolongan kepada Allah dari permasalahan yang kita hadapi. Allah Ta’ala berfiman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Baqarah: 153)
إِنَّ الإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا إِلاَّ الْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَلَى
صَلاَتِهِمْ دَائِمُونَ
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (QS. Al-Ma’arij: 19-23)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
seorang yang senantiasa berdiri (shalat) bermunajat kepada Rabbnya,
sampai-sampai beliau menemukan kenikmatan dalam mengerjakan shalat. Beliau
bersabda,
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاةِ
“Dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat.”
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
bersemangat dalam mengerjakan shalat dan tidak lalai dalam mengerjakannya.
Semoga shalat menjadi penyejuk hati kita dan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Rabb kita. Amin..
Sumber: Islamstory.com