Kamis, 01 April 2010

Membaca Asas Kebangkitan

Pada awal pagi
Dia mendaki gunung mencari kayu api
Sehingga larut malam
Dia menganyam selipar (daripada jerami padi)
Sambil berjalan
Dia tidak pernah berhenti membaca


Puisi itu mengisahkan seorang pemuda Jepun bernama Kinjiro Ninomiya yang hidup pada awal abad ke-20. Kegigihannya dalam memburu ilmu menjadi inspirasi masyarakat Jepun. Oleh pemerintah Jepun, semangat Kinjiro itu kemudian disebarkan dalam bentuk buku teks moral, tugu peringatan, dan lagu-lagu. Semangat inilah yang banyak memberi inspirasi masyarakat Jepun untuk mengejar ilmu pengetahuan dan kemudian tampil sebagai salah satu peradaban besar. Pada abad-abad ke-19, masyarakat Jepun dikenal sebagai masyarakat “haus ilmu”. Budaya itu telah membangkitkan Jepun menjadi kekuatan dunia dalam bidang sains, teknologi, dan ekonomi yang mengagumkan pada masa-masa berikutnya. Banyak ilmuwan Barat hairan, bagaimana bangsa yang dikalahkan dan dihancurkan dalam Perang Dunia II itu kini mampu mengalahkan Barat dalam berbagai bidang. Profesor Ezra Vogel dari Harvard University, merumuskan, bahwa kejayaan Jepun ialah berkat kepekaan pemimpin, institusi, dan rakyat Jepun terhadap ilmu dan informasi dan kesungguhan mereka menghimpun dan menggunakan ilmu untuk faedah mereka.

Jepun telah menempatkan ilmu dalam posisi penting sejak Zaman Meiji (1860-an-1880-an). Pada akhir 1888, dikatakan, terdapat sekitar 30.000 pelajar yang belajar di 90 buah sekolah swasta di Tokyo. Sekitar 80 persennya berasal dari luar kota. Pelajar miskin diberi beasiswa. Sebagian mereka bekerja paroh waktu sebagai pembantu rumah tangga. Namun mereka bangga dan memegang slogan: “Jangan menghina kami, kelak kami mungkin menjadi menteri!” Para pelajar disajikan kisah-kisah kejayaan individu di Barat dan Timur. Contohnya, buku Yukichi Fukuzawa, berjudul Galakkan Pelajaran pada tahun 1882 terjual 600.000 naskah. Buku ini antara lain menyatakan: “Manusia tidak dilahirkan mulia atau hina, kaya atau miskin, tetapi dilahirkan sama dengan yang lain. Sesiapa yang gigih belajar dan menguasai ilmu dengan baik akan menjadi mulia dan kaya, tetapi mereka yang jahil akan menjadi papa dan hina.” Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan Daud, seorang Professor di International Institut of Islamic Thought and Civilization—International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM). Jepun hanya satu contoh, bagaimana bangsa kecil ini mampu bangkit dengan menjadikan budaya ilmu sebagai asasnya. Bom sekutu yang menghancurkan beberapa kotanya terbukti tidak mampu menghentikan kebangkitan bangsa ini di dunia sains dan ilmu pengatahuan.

Jika mereka seperti itu bagaimana pula dengan kita. Tema PKPMI-CA adalah kesatuan Memartabatkan Intelektual Ummah. Adakah benar kita telah tradisikan budaya Intelektual. Cukuplah hanya dengan membaca, berdiskusi dan menulis adakah kita sudah cernakan sebagai hobi? Sesungguhnya pembudayaan thaqafah dan keilmuan adalah budaya yang kita telah tinggalkan lama sewaktu dahulu. Kita amat sedari Malaysia yang kita sayangi berada dalam keadaan yang kritikal. Tetapi kita jarang membenahinya. Apatah lagi yang tidak mempedulinya.

Maka momentum kesedaran itu haruslah dibina mulai sekarang. Tinggal lagi bagaimana kita memanfaatkan PKPMI-CA sebagai fórum kecil untuk merubah kepada episod yang lebih besar akan datang. Justeru itu, fórum kita adalah bukan fórum kosong yang mewacanakan hanya menggunakan nalar semata-mata. Kita kritis dan bertindak berdasarkan referensi dan rujukan yang akurat. Kita berfikir dengan nilai kesedaran dan jiwa keummatan. Namun, bullshit jika kita bicara tentang perubahan tetapi perubahan itu tidak bermula dari paradigma kita sendiri.

Secara sederhana paradigma didefenisikan sebagai kerangka berpikir, cara memandang, cara memahami. Dalam terminology yang lain bisa juga diertikan sebagai sistematika berpikir terhadap sebuah objek atau sesuatu dengan kerangka tertentu atau khusus. Selain itu paradigma juga dapat juga didefenisikan sebagai framework dan konsepsi. Namun yang menjadi permasalahan titik perubahan itu tidak dimulai dengan penguasaan disiplin ilmu. Sedangkan ilmu yang dipelajari tidak dikuasai inikan pula ilmu management perubahan dan ilmu kenegaraan. Yang nyatanya kelemahan ini berpunca dari sikap generasi terhadap kesungguhan dalam melazimi pembacaan.

Semoga dengan banyak pembacaan, kita semakin dekat dengan Allah dan semakin rapat dengan Akhirat.



Mohd Zaim Irsyad
Biro Informasi dan Hubungan Luar
Kulliyah Syariah Siyasah wal Qanun
Jami'ah Ar-Raniry Banda Aceh

Tidak ada komentar: